Talqin Mayyit



   

Sebetulnya masalah TALQIN dengan segala macam persoalannya itu sudah dikupas oleh para ulama mutaqaddimin atau ulama mutaakhirin dalam berberapa kitab/karya tulisnya dan selalu diamalkan oleh kaum Ahlussunnah wal Jamaah secara turun temurun.
Akan tetapi amaliyah warga kita tadi menjadi terancam kelangsungannya sejak munculnya gerakan yang dimotori oleh kaum wahabi yang sangat berlebihan dalam usaha memurnikan ajaran Islam, sampai-sampai mereka itu melarang amalan-amalan umat Islam yang bersifat furu’iyah, misalnya : tahlilan, bancakan, dan talqin untuk mayit.
Di bawah ini uraian yang sebenarnya tentang Talqin menurut Ahlussunnah wal Jamaah.


Pengertian Talqin
Menurut bahasa, talqin artinya : mengajar, memahamkan secara lisan.
Sedangkan menurut istilah, talqin adalah : mengajar dan mengingatkan kembali kepada orang yang sedang naza’ atau kepada mayit yang baru saja dikubur dengan kalimah-kalimah tertentu.
Hukum Talqin
Orang dewasa atau anak yang sudah mumayyiz yang sedang naza’ (mendekati kematian) itu sunat ditalqin dengan kalimat syahadat, yakni kalimat laa ilaaha illallah. Dan sunat pula mentalqin mayit yang baru dikubur, walaupun orang itu mati syahid, apabila meninggalnya sudah baligh, atau orang gila yang sudah pernah mukallaf sebelum dia gila.
Mungkinkah Mayit yang Sudah dikubur Bisa Mendengar Ucapan Orang yang Mentalqin?
Di Indonesia memang ada sebagian umat Islam yang tidak setuju mayit ditalqin. Alasan mereka, menurut akal kita mayit yang sudah ada di kuburan itu tidak mampu lagi mendengarkan ucapan orang yang ada di alam dunia. Mereka mengemumakan dalil dari Al-Qur'an :
y7¨RÎ) Ÿw ßìÏJó¡è@ 4tAöqyJø9$# [النمل : 80]
Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar” (QS. An-Naml : 80)
!$tBur |MRr& 8ìÏJó¡ßJÎ/ `¨B Îû Íqç7à)ø9$# ÇËËÈ  [فاطر : 22]
Artinya :
“Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar”(QS. Fathir : 22)
Kepada mereka perlu kita beri pengertian mengenai hal yang berkenaan dengan masalah Talqin.
a.    Di dalam ajaran Islam itu ada hal-hal yang berdasarkan tauqifi (petunjuk dari Nabi). Artinya walau pun secara rasional hal itu tidak mungkin terjadi, namun karena Nabi SAW. memberi petunjuk bahwa hal tersebut bisa terjadi, maka kita wajib menerimanya.
وكل ما أتى به الرسول    فحقه التسليم والقبول
[عقيدة العوام للشيخ أحمد المرزوقي]
Artinya :
“Semua hal/ajaran yang dibawa Rasulullah SAW. maka hal itu harus dibenarkan dan diterima”.
b.    Kedua ayat yang meraka kemukakan, itu tidak menerangkan tentang larangan talqin mayit, akan tetapi berisi keterangan bahwa orang kafir itu telinga hatinya sudah mati, berpaling/tidak menerima apa-apa yang didakwahkan oleh Nabi kepada mereka.
Uraian ini sesuai dengan keterangan yang ada dalam kitab Tafsir Munir :
قوله تعالى : إنك لا تسمع الموتى ولا تسمع الصم الدعاء إذا ولوا مدبرين أي أنهم لفرط إعراضهم عما يدعون إليه كالميت الذي لا سبيل إلى إسماعه. اهـ [تفسير منير 2/133]
Artinya :
Firman Allah yang artinya : “sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikam orang-orang yang mati mendengar dan tidak pula menjadikan orang yang tuli mendenganr panggilan, apabila mereka telah berpalingjelasnya karena kaum kuffar sudah berpaling dari apa yang didakwahkan kepada mereka, maka mereka itu seperti orang yang sudah mati”.

قوله : وما أنت بمسمع من في القبور أي وما أنت يا أشرف الخلق بمفهم من هو مثل الميت الذي في القبور. اهـ [تفسير منير 2/202]
Artinya:
Firman Allah yang artinya : dan kamu sekali-kali tidak sanggup menjadikau orang yang di alam kubur dapat mendengar” jelasnya : hai Muhanunad, makhluk yang paling mulia, kamu tidak bisa memberi pengertian kepada orang yang seperti mayit yang ada dalam kubur”.
Dengan kata lain, Nabi Muhammad SAW. tidak dapat memberi petunjuk kepada orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya.



MA Hasyim Asy'ari



Siapa yang tidak kenal dengan Madrasah Aliyah yang satu ini. Letaknya strategis dan mudah di jangkau membuat MA Hasyim Asy’ari dikenal banyak orang.
MA Hasyim Asy’ari atau yang biasa disebut dengan MAHABA didirikan pada tanggal 1 Januari 1971. MAHABA sendiri didirikan oleh beberapa tokoh dari Bangsri dan sekitarnya. Salah satu pendirinya sekaligus kepala sekolah pertama, yaitu KH. Mc. Amin Sholeh. Beliau merupakan putra dari abah Sholeh Amin. Diantara pendiri dari MA Hasyim Asy’ari adalah:

KH. Abdul Hadi (Tengguli)
KH. Toha (Tengguli)
KH. Muhdi (Kedung Leper)
K. Khayyun (Kedung Leper)
KH. Nur Salim (Banjaran)
K. Zamroni (Banjaran)
A. Damuri (Banjaran)

Sebelum didirikannya MA Hasyim Asy’ari, lembaga sebelumnya mempunyai nama Mualimin-Mualimat. Seiring berjalannya waktu berdirilah MTs. Hasyim Asy’ari dan kemudian disusul oleh MA Hasyim Asy’ari.

Berdiri tahun 1971, MA Hasyim Asy’ari tidak langsung terdaftar di Korwil, sehingga pada 19 Maret 1979 sekolahan yang berada di timur Puskesmas Bangsri ini telah resmi terdaftar di Korwil Departemen Agama, Jawa Tengah.

18 tahun kemudian tepatnya pada 3 Juli 1997 sekolah yang sederajat dengan SLTA ini melaksanakan akreditasi pertamanya . MA Hasyim Asy’ari sendiri berdiri di atas tanah wakaf H. Muhsih, tepatnya berada di Jl. Pramuka 9, RT 3/7 Bangsri, Jepara. Jika Anda menempuh perjalanan melalui bus jurusan Bangsri – Jepara Anda bisa turun di kantor kecamatan Bangsri, kemudian berjalan ke timur kurang lebih 100 m.

Saat ini MA Hasyim Asy’ari mempunyai 55 karyawan dan juga guru. MA Hasyim Asy’ari sendiri sekarang dikepalai oleh KH. Khoirul Faizin Abdar, MPd. Sampai saat ini juga terdapat 4 jurusan, yakni:

Ilmu Sosial (IPS)
Ilmu Alam (IPA)
Imersi
Keagamaan (MAK)

Salah satu jurusan yang jarang ada di MA lain adalah Imersi. Imersi merupakan sebuah jurusan yang mempunyai latar belakang atau bassic bahasa Inggris. Imersi sendiri berdiri tahun 2007 dan di handle langsung oleh Drs. H. Ahmad Jazuli.

Pada awal berdirinya, Imersi hanya ada satu yaitu berbassic IPA, namun pada tahun ajaran kemarin ada Imersi berbassic IPS secara resmi di perkenalkan untuk pertama kalinya.
                                     

Yasin Dan Fadilahnya

Mayoritas umat muslim di Indonesia adalah penganut Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka mempercayai keutamaan/Fadhilah membaca surat-surat atau ayat-ayat tertentu dalam al-Qur’an, misalnya yang berupa surat secara utuh-utuh surat al-Baqoroh, surat al-Kahfi, surat Yasin, surat ad-Dukhon, surat al-Waqi’ah, surat al-Ikhlas, surat al-Muawwidzatain dan lain-lain. Sedangkan yang berupa ayat al-Qur’an misalnya: Ayat Kursi, ayat-ayat yang ada di akhir surat al-Baqoroh atau yang ada di akhir surat al-Kahfi dan lain-lain.
Surat-surat atau ayat-ayat tersebut mereka baca secara rutin setiap  hari/ setiap malam atau secara berkala. Keterangan tentang keutamaan membaca beberapa surat/ ayat tersebut bisa diperoleh dari beberapa hadits yang diriwayatkan oleh para muhadditsin antara lain:
1.  Hadits riwayat Imam Baihaqi:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْبَقَرَةِ تُوِّجَ بِتَاجٍ فِى الْجَنَّةِ. رواه البيهقي
Artinya:
“Barangsiapa yang membaca surat al-Baqoroh, maka akan diberi mahkota beruap mahkota di surga.” (HR. Baihaqi)
2.  Hadits riwayat al-Hakim:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِيْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ. رواه الحاكم
Artinya:
“Barangsiapa yang membaca surat al-Baqoroh pada hari jum’at, maka akan bersinar baginya seberkas cahaya sampai dua jum’at”. (HR. Al-Hakim)
3.  Hadits riwayat Abu Nu’aim:
مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ  أَصْبَحَ مَغْفُورًا لَهُ. رواه أبو نعيم في الحلية
Artinya:
“Barangsiapa yang membaca surat Yasin pada waktu malam, maka pada pagi harinya orang itu diampuni dosanya”. (HR. Abu Nu’aim)
4.  Hadits riwayat Ath-Thabrani:
مَنْ قَرَأَ "حم" الدُّخَانَ فِي لَيْلَةِ جُمُعَةٍ أَوْ يَوْمَ جُمُعَةٍ بنى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ. رواه الطبراني
Artinya:
“Barangsiapa yang membaca surat Hamim ad-Dukhon pada malam jum’at atau hari jum’at, maka Allah akan mendirikan bangunan rumah untuk orang itu di surga”. (HR. Ath-Thabrani).
5.  Hadits riwayat Imam Baihaqi:
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْوَاقِعَةِ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ لَمْ تُصِبْهُ فَاقَةٌ أَبَداً. رواه البيهقي
Artinya:
“Barangsiapa yang membaca surat al-Waqi’ah setiap malam, maka tidak akan tetimpa kemiskinan selamanya”. (HR. Baihaqi)
6.  Dan lain-lain.
Di sebagian daerah yang masyarakatnya mayoritas warga NU. Berlaku suatu amalan membaca surat Yasin namun bukan surat Yasin biasa, akan tetapi Yasin Fadhilah (yakni surat Yasin yang di dalamnya disisipi kalimat-kalimat yang berisi do’a atu bacaan tertentu selain al-Qur’an).
Ada tiga maslaah yang dipertanyakan sehubungan dengan amalan tersebut?
Pertama: Bagaimana hukum mencampur penulisan ayat al-Qur’an dengan kalimat-kalimat lain yang bukan al-Qur’an?
Kedua: Bagaimana pula hukum membacanya?
Ketiga: Apakah surat-surat lain yang bukan surat Yasin juga boleh dijadikan sebagaimana Yasin Fadhilah?
Mengenai masalah ini, ada perbedaan humum antara menulis do’a-do’a tertentu di sela-sela ayat atau surat al-Qur’an dan hukum membacanya. Perbedaan itu sebagai berikut :
Hukum menulisnya adalah makruh, karena hal itu akan menimbulkan dugaan bahwa do’a-do’a atau bacaan-bacaan tersebut termasuk ayat/surat Al-Qur’an. Sebagaimana tersebut dalam kitab “al-itqan” juz III hal. 171 :
وَقَالَ الْحَلِيْمِيْ: تُكْرَهُ كِتَابَةُ اْلأَعْشَارِ وَاْلأَخْمَاسِ وَأَسْمَاءِ السُّوَرِ وَعَدَدِ اْلآيَاتِ فِيْهِ لِقَوْلِهِ: جَرِّدُوا الْقُرْآنَ. وَأَمَّا النُّقَطُ فَيَجُوْزُ لَهُ لأَنَّهُ لَيْسَ لَهُ صُوْرَةٌ فَيُتَوَهَّمُ لأَجْلِهَا مَا لَيْسَ بِقُرْآنٍ قُرْآناً. وَإِنَّمَا هِيَ دَلاَلاَتٌ عَلَى هَيْئَةِ الْمَقْرُوْءِ فَلاَ يَضُرُّ إِثْبَاتُهَا لِمَنْ يَحْتَاجُ إِلَيْهَا. وَقَالَ الْبَيْهَقِيْ: مِنْ آدَابِ الْقُرْآنِ أَنْ يُفْخَمَ فَيُكْتَبُ مُفَرَّجاً بِأَحْسَنِ خَطٍّ، فَلاَ يُصَغَّرُ وِلاَ يُقَرْمَطُ حُرُوْفُهُ، وَلاَ يُخْلَطُ بِهِ مَا لَيْسَ مِنْهُ كَعَدَدِ اْلآيَاتِ وَالسَّجَدَاتِ وَالْعَشَرَاتِ وَالْوُقُوْفِ وَاخْتِلاَفِ الْقِرَاءَاتِ وَمَعَانِي اْلآيَاتِ.
Artinya :
“Imam Halimi berkata : makruh hukumnya menulis tanda sepersepuluh, seperlima, nama surat dan bilangan ayat di tengah-tengah surat/ayat Al-Qur’an. Karena sabdanya : bersihkanlah tulisan Al-Qur’an (dari hal yang bukan Al-Qur’an). Adapun memberi titik maka hukmnya boleh, karena tidak merubah bentuk yang sekiranya menimbukan dugaaan bahwa yang bukan Al-Qur’an dianggap Al-Qur’an. Hal itu hanyalah petunjuk atas keberadaan huruf yang dibaca. Imam Baihaqi berkata : Di antara tata krama terhadap Al-Qur’an adalah hendaklah bersikap serius kepada Al-Qur’an, hendaklah menulisnya dengan hitam putih, tulisannya harus yang indah, jangan dibuat terlalu kecil hurufnya, jangan terlalu rapat baris-barisnya jangan mencampurnya degnan tulisan-tulisan yang bukan termasuk Al-Qur’an, seperti bilangan ayat, tanda ayat sajdah, tanda sepersepuluh, tanda waqaf, perbedaan bacaan dan makna kandungan ayat”.
Adapun membaca do’a atau kalimat lainnya di tengah-tengah surat yasin atau surat yang lain, hukumnya sunnat apbila do’a atau kalimat-kalimat tersebut relevan (ada keterkaitan) dengan tuntutan makna ayat/surat yang dibaca itu. Tersebut dalam kitab Ihya’ Ulumiddin juz I hal. 279 :
وَفِيْ أَثْنَاءِ الْقِرَاءَةِ إِذَا مَرَّ بِآيَةِ تَسْبِيْحٍ سَبَّحَ وَكَبَّرَ، وَإِذَا مَرَّ بِآيَةِ دُعَاءٍ وَاسْتِغْفَارٍ دَعَا وَاسْتَغْفَرَ، وَإِنْ مَرَّ بِمَرْجُوٍّ سَأَلَ، وَإِنْ مَرَّ بِمَخُوْفٍ اسْتَعَاذَ. يَفْعَلُ ذَلِكَ بِلِسَانِهِ أَوْ بِقَلْبِهِ.
Artinya :
“Di tengah-tengah membaca Al-Qur’an, ketika seseorang melewati suatu ayat yang berisi mensucikan Allah, dia bertasbih dan bertabir, ketika melewati ayat yang berisi permohonan dan minta ampunan, dia berdo’a dan beristighfar, ketika melewati ayat yang berisi harapan dia mengajukan permohonan dan ketika melewati ayat yang berisi hal-hal yang menakutkan, dia memohon perlindungan. Itu semua dia lakukan dengan ucapan lisannya atau digerakkan dalam hatinya”.
Berdo’a di tengah bacaan Al-Qur’an juga pernah dilakukan oleh Nabi SAW. sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat Imam Nasa’ai :
عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ صَلَّى إِلَى جَنْبِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَقَرَأَ فَكَانَ إِذَا مَرَّ بِآيَةِ عَذَابٍ وَقَفَ وَتَعَوَّذَ وَإِذَا مَرَّ بِآيَةِ رَحْمَةٍ وَقَفَ فَدَعَا وَكَانَ يَقُولُ فِى رُكُوعِهِ: سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ. وَفِى سُجُودِهِ: سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى.
Artinya :
“Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah ra. bahwa dia melakukan shalat malam di samping Rasulullah SAW. beliau membaca surat ketika sampai pada ayat yang menerangkan adzab, beliau berhenti dan meminta perlindungan dan ketika sampai pada ayat yang menerangkan rahmat beliau berhenti dan berdo’a meminta rahmat, ketika ruku’ beliau membaca Subhana Rabbiyal Adzimi, dan ketika sujud beliau membaca Subhana Rabbiyal A’la”. (HR. Nasa’i)
 http://ahlussunah-wal-jamaah.blogspot.co.id/2011/08/membaca-yasin-fadhilah.html

Refleksi KritisTeologi Aswaja




               
Kata “teologi keanusiaan” barang kali kurang lazim didengar, karena yang namanya teologi mesti dikaitkan dengan Tuhan, kata “teologi kemanusiaan” sepintas memang mengandung contradiction in terminis. Kata teologi itu sendiri memang berarti ilmu tentang ketuhanan (“teo” berarti tuhan dan “logos” berarti ilmu).
                Kendati menghadapi tantangan yang berat, merumuskan teologi yang mempunyai visisosial dan kemanusiaan haus dilakukan, karena hal semacam ini hampir-hampir lepasdari pemikiran para teolog Islam masa lampau. Atas dasar itu, tidak aneh jikasaat ini kita sangat sulit bias menemukan visi social-kemanusiaan dalam teologi yang berkembang selama ini, termasuk dalam doktrin ahlussunnah waljama’ah. Keyakinan teologi dengan realitas social seakan merupakan sesuatu yang terpisah sama sekali, tidak ada kaitan satu dengan yang lain. Jika mengikuti pandangan yang terakhir ini, maka tidak ada kaitan antara teologi dan transformasi sosial